Pada tanggal 6 Juli 2025, dunia memperingati Hari Pembangunan Pedesaan Sedunia (World Rural Development Day – WRDD), sebuah momen untuk merayakan peran vital komunitas pedesaan dalam ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, dan keberlanjutan lingkungan. Di tengah semangat ini, permasalahan food waste (pemborosan pangan) menjadi sorotan penting, karena tantangan ini tidak hanya melemahkan ketahanan pangan global, tetapi juga menghambat kemajuan pembangunan pedesaan. Dengan sepertiga makanan dunia terbuang setiap tahun, mengatasi food waste, khususnya pada sayuran, buah, dan di pasar tradisional, adalah kunci untuk membangun pedesaan yang tangguh dan berkelanjutan. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana isu food waste selaras dengan tujuan WRDD 2025 dan mengapa aksi kolektif sangat mendesak.
Food Waste: Ancaman Tersembunyi bagi Pedesaan
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun, setara dengan sepertiga dari total produksi pangan global. Sayuran dan buah, yang merupakan tulang punggung pertanian pedesaan, menyumbang porsi besar limbah ini karena sifatnya yang mudah rusak. Pasar tradisional, yang sering menjadi pusat distribusi hasil pertanian pedesaan, juga menghasilkan limbah organik dalam jumlah signifikan akibat kurangnya infrastruktur penyimpanan dan manajemen stok yang buruk.
Dampak food waste sangat terasa di pedesaan:
- Ekonomi: Petani kecil dan pedagang pasar kehilangan pendapatan akibat hasil panen atau stok yang terbuang.
- Lingkungan: Limbah pangan yang membusuk di tempat pembuangan akhir (TPA) menghasilkan metana, gas rumah kaca yang memperburuk perubahan iklim.
- Sosial: Sementara 783 juta orang kelaparan secara global, pemborosan pangan mencerminkan ketimpangan dalam distribusi makanan.
WRDD 2025, dengan fokus pada pemberdayaan pedesaan, ketahanan pangan, dan keberlanjutan, menjadikan food waste sebagai isu sentral yang harus ditangani untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 12.3 (mengurangi separuh food waste menjelang 2030).
Keterkaitan Food Waste dengan Pilar-Pilar WRDD 2025
WRDD 2025 menyoroti lima pilar utama: pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur, pemberdayaan perempuan dan pemuda, ketahanan pangan dan nutrisi, serta keberlanjutan lingkungan. Isu food waste memiliki keterkaitan langsung dengan masing-masing pilar ini, menjadikannya topik yang relevan untuk peringatan global ini.
1. Pengentasan Kemiskinan
Pedesaan adalah rumah bagi sebagian besar petani kecil yang menghasilkan sayuran dan buah untuk pasar lokal. Namun, 40–50% hasil panen terbuang akibat kerusakan pasca-panen atau standar estetika yang ketat, seperti wortel yang “tidak lurus” atau tomat dengan cacat kecil. Di pasar tradisional, pedagang kecil sering membuang stok yang tidak terjual karena tekanan persaingan atau kurangnya strategi penjualan.
Mengurangi food waste dapat meningkatkan pendapatan petani dan pedagang melalui:
- Penjualan produk “kurang sempurna” dengan harga diskon.
- Pengolahan sisa pangan menjadi produk bernilai tambah, seperti jus atau sayuran kering.
- Donasi pangan ke komunitas yang membutuhkan, mengurangi kerugian ekonomi.
Dengan memperkuat mata pencaharian pedesaan, solusi ini mendukung pilar pengentasan kemiskinan WRDD 2025 dan SDG 1 (Tanpa Kemiskinan).
2. Pembangunan Infrastruktur
Kurangnya infrastruktur penyimpanan, seperti fasilitas rantai dingin, adalah penyebab utama food waste di pedesaan. Di pasar tradisional, pedagang sering tidak memiliki akses ke lemari pendingin, menyebabkan sayuran seperti bayam atau buah seperti mangga cepat layu dalam cuaca tropis.
WRDD 2025 menekankan pentingnya infrastruktur untuk menghubungkan pedesaan dengan peluang ekonomi. Solusi seperti kotak pendingin bertenaga surya, wadah kedap udara, atau pusat pengolahan limbah organik di pasar dapat mengurangi pemborosan pangan. Investasi ini tidak hanya memperpanjang umur simpan pangan, tetapi juga memperkuat rantai pasok pedesaan, sejalan dengan pilar pembangunan infrastruktur.
3. Pemberdayaan Perempuan dan Pemuda
Banyak pedagang di pasar tradisional adalah perempuan, dan pemuda sering terlibat dalam distribusi atau pengolahan pangan. Food waste melemahkan pendapatan kelompok ini, memperburuk kerentanan ekonomi mereka. Dengan menyediakan pelatihan tentang manajemen stok, teknik penyimpanan sederhana, atau pengolahan limbah (misalnya, membuat kompos), komunitas pedesaan dapat memberdayakan perempuan dan pemuda untuk mengelola pangan dengan lebih efisien.
Inisiatif ini mendukung pilar pemberdayaan WRDD 2025, memastikan partisipasi inklusif dalam pembangunan pedesaan dan sejalan dengan fokus WRDD pada kesetaraan gender dan peluang pemuda.
4. Ketahanan Pangan dan Nutrisi
Food waste melemahkan ketahanan pangan, terutama di pedesaan, di mana petani kecil menyediakan sebagian besar sayuran dan buah untuk konsumsi lokal. Dengan sepertiga pangan global terbuang, solusi seperti donasi pangan, pengolahan produk “kurang sempurna” menjadi makanan olahan, atau distribusi yang lebih efisien dapat memastikan lebih banyak makanan bergizi tersedia bagi komunitas pedesaan.
Pilar ketahanan pangan WRDD 2025 selaras dengan SDG 2 (Tanpa Kelaparan), dan mengurangi food waste adalah langkah konkret untuk memaksimalkan hasil pertanian pedesaan demi keamanan pangan global.
5. Keberlanjutan Lingkungan
Limbah pangan di pasar tradisional dan sektor pertanian berkontribusi pada 8–10% emisi gas rumah kaca global, terutama akibat metana dari pembusukan di TPA. Selain itu, produksi pangan yang terbuang menyia-nyiakan 3,3 miliar ton air setiap tahun, sebuah sumber daya yang kian langka di banyak wilayah pedesaan.
Solusi seperti mengolah limbah organik menjadi kompos atau biogas mendukung ekonomi sirkular, mengurangi dampak lingkungan, dan meningkatkan kesuburan tanah untuk pertanian pedesaan. Inisiatif ini sejalan dengan pilar keberlanjutan lingkungan WRDD 2025 serta SDG 13 (Aksi Iklim) dan SDG 15 (Ekosistem Daratan).
Tantangan Food Waste di Konteks Pedesaan
Pedesaan menghadapi tantangan unik terkait food waste:
- Infrastruktur Terbatas: Kurangnya fasilitas penyimpanan dingin atau transportasi yang memadai menyebabkan kerusakan pasca-panen.
- Keterbatasan Ekonomi: Petani kecil dan pedagang pasar sering tidak memiliki modal untuk berinvestasi dalam teknologi pengawetan atau pengolahan limbah.
- Kebiasaan Konsumen: Preferensi untuk sayuran dan buah yang “sempurna” menyebabkan banyak produk yang masih layak konsumsi dibuang.
- Manajemen Limbah yang Buruk: Di banyak pasar tradisional, limbah organik dibuang ke TPA tanpa dipilah untuk didaur ulang.
Tantangan ini mencerminkan realitas pedesaan yang menjadi fokus WRDD 2025, di mana solusi berbasis komunitas dan teknologi dapat membuat perubahan besar.
Solusi untuk Pedesaan: Jembatan Menuju WRDD 2025
Artikel ini mengusulkan beberapa solusi praktis yang mendukung tujuan WRDD 2025:
- Infrastruktur Sederhana: Menyediakan kotak pendingin bertenaga surya atau wadah kedap udara untuk pedagang pasar tradisional guna memperpanjang umur simpan sayuran dan buah.
- Pelatihan Komunitas: Mengadakan lokakarya untuk petani dan pedagang tentang manajemen stok, pengolahan pasca-panen, dan pengelolaan limbah organik.
- Ekonomi Sirkular: Mengolah sisa pangan menjadi kompos, biogas, atau produk olahan seperti saus dan selai untuk meningkatkan pendapatan pedesaan.
- Bank Pangan Lokal: Membangun jaringan donasi pangan untuk mendistribusikan sisa sayuran dan buah yang masih layak ke komunitas pedesaan yang membutuhkan.
- Kampanye Kesadaran: Mengedukasi konsumen untuk menerima produk “kurang sempurna” dan membeli sesuai kebutuhan, mengurangi tekanan pada pedagang.
Solusi ini tidak hanya mengatasi food waste, tetapi juga memperkuat komunitas pedesaan melalui pendapatan tambahan, ketahanan pangan, dan praktik berkelanjutan.
Konteks Global dan Lokal: Resonansi dengan WRDD 2025
Secara global, inisiatif seperti UNEP Food Waste Index dan Champions 12.3 mendorong pengurangan food waste sebagai bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan. Teknologi seperti aplikasi donasi pangan (contoh: Too Good To Go) atau prediksi permintaan berbasis AI menunjukkan potensi inovasi untuk pedesaan. Di tingkat lokal, khususnya di negara seperti Indonesia, pasar tradisional adalah jantung distribusi pangan pedesaan. Mengelola food waste di pasar-pasar ini—melalui infrastruktur, pelatihan, atau kemitraan—dapat menjadi model bagi wilayah pedesaan lain di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
WRDD 2025 menyerukan kolaborasi antara pemerintah, LSM, sektor swasta, dan komunitas untuk membangun pedesaan yang inklusif. Isu food waste menawarkan peluang untuk menerapkan model koperasi, seperti yang ditekankan WRDD, dengan melibatkan petani, pedagang, dan konsumen dalam sistem pangan yang lebih efisien.
Ajakan untuk Bertindak pada WRDD 2025
Hari Pembangunan Pedesaan Sedunia 2025 adalah panggilan untuk bertindak, dan mengatasi food waste adalah langkah konkret menuju pedesaan yang lebih sejahtera. Berikut cara Anda dapat berkontribusi:
- Petani dan Pedagang: Terapkan teknik penyimpanan sederhana dan donasikan sisa pangan yang layak ke bank pangan lokal.
- Konsumen: Beli produk “kurang sempurna”, kurangi pembelian berlebih, dan dukung pasar tradisional.
- Komunitas: Inisiasi program kompos atau biogas di pasar tradisional untuk mendaur ulang limbah organik.
- Pembuat Kebijakan: Dorong investasi pada infrastruktur pedesaan dan regulasi yang mendukung pengurangan food waste.
Mari manfaatkan WRDD 2025 untuk mengubah food waste menjadi peluang. Dengan mengelola sayuran dan buah dengan lebih baik, memberdayakan pedagang pasar tradisional, dan membangun sistem pangan yang berkelanjutan, kita dapat menciptakan pedesaan yang tangguh dan planet yang lebih hijau. Bergabunglah dalam gerakan ini dengan berbagi ide dan aksi Anda menggunakan tagar #NoFoodWaste dan #WRDD2025 di media sosial!